Jakarta, IDN Times - Gubernur Provinsi Jambi Zumi Zola resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin malam (9/4). Ia diduga kuat menerima uang gratifikasi sebesar Rp 6 miliar selama menjabat sebagai gubernur.
Ia ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) KPK C1. Otomatis penahanan ini dapat berdampak pada roda pemerintahan di Jambi. Siapa yang kemudian akan menjalankan pemerintahan sementara di sana? Bagaimana pula sikap Mendagri terhadap penahanan Zumi?
1. Roda pemerintahan sementara dijalankan Wakil Gubernur
Usai Zumi ditahan, maka secara otomatis roda pemerintahan dijalankan oleh Wakil Gubernur Fachrori Umar. Kementerian Dalam Negeri sudah menyiapkan surat penunjukkan Fachrori untuk menjadi Plt Gubernur.
Sementara, Fachrori pun memastikan roda pemerintahan tidak akan terganggu usai Zumi ditahan.
"Tidak ada yang berubah dalam roda pemerintahan. Semua tetap berjalan seperti biasa dan saya mengajak Forkompimda (Forum Koordinasi Pemimpin Daerah) terus bersinergi untuk membangun Jambi," ujar Fachrori pada dini hari tadi di kediaman dinasnya.
Ia mengatakan prihatin atas kasus yang menjerat Zumi. Fachrori meminta agar Zumi tetap istiqomah kepada Tuhan YME.
"Saya sekeluarga turut berdoa agar Pak Gubernur diberi ketabahan dalam menghadapi musibah ini dan tetap istiqomah," kata dia.
2. Zumi baru diberhentikan kalau ada putusan berkekuatan hukum tetap
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengatakan Zumi tidak akan diberhentikan kecuali sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap.
"(Enggak) diberhentikan," ujar Tjahjo di Hotel Bidakara pada awal Februari lalu.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu baru diberhentikan kalau sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Perbaiki sistem yang korup dan bukan ikut terjerembab dalam korupsi
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan apa yang dialami oleh Zumi tidak serta merta dapat dijadikan alasan pembenaran untuk berbuat korupsi. Sistem pemerintahan yang berlaku di daerah saat ini diakui memang masih perlu diperbaiki, tapi bukan berarti itu dijadikan justifikasi untuk korupsi.
"Kalau logikanya karena sistem yang belum sempurna lalu orang boleh melakukan korupsi tentu saja itu tidak tepat, karena kalau melakukan korupsi harus dicermati apakah ada keuntungan pribadi yang diraih di sana. Kalau memang ada paksaan yang tidak bisa ditolak. Tetapi, silakan saja itu disampaikan sesuai dengan proses aturan hukum yang berlaku," ujar Febri di gedung KPK pada Senin malam kemarin.
Menurut dia, dari pada ikut terjerembab berbuat korupsi, seharusnya kepala daerah memperbaiki sistem pemerintahan yang ada. Bahkan, ada beberapa politisi yang sejak awal menolak pemberian apa pun.
"Bahkan, KPK menerima laporan sejumlah gratifikasi dari beberapa pejabat termasuk para politisi. Karena mereka sadar meskipun mereka mendapat uang, tetapi itu bukan hak mereka. Penerimaan itu pun dapat dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari kerja," tutur Febri.
Menurut kuasa hukum Zumi, Muhammad Farizi, kliennya sudah pernah melaporkan ke KPK dan meminta bantuan mengenai pembahasan RAPBD.
"Nah, selama ada tarik-menarik antara Pemprov Jambi dengan DPRD Jambi mengenai RAPBD, koordinator KPK wilayah Sumatera yang bernama Pak Choky sempat berkunjung ke Jambi atas permohonan Zumi Zola," kata Farizi ketika memberikan keterangan pers pada (9/2).
Namun, Zumi menilai bantuan yang diberikan oleh KPK ketika itu tidak cukup. Zumi meminta didatangkan tim yang lebih besar.